25 hari di Morowali, Sulawesi Tengah
Ini merupakan perjalanan pertamaku. Aku meninggalkan rumah dan desaku dalam beberapa saat lamanya. Di sini aku tinggal bersama kakakku yang sedang bekerja.
Hari pertama di Morowali (29/05/2017) sedikit menegangkan, yang ada hanya perasaan takut dan gelisah mendengar kabar tentang gempa yang sudah beberapa hari melanda Sulawesi Tengah dan sekitarnya.
Tidak terkecuali, pada malam kedatanganku, setelah beberapa menit tertidur, gempa kecil terjadi. Meskipun hanya kecil ini merupakan pengalaman pertama merasakan sesuatu yang disebut gempa itu, yang tentu saja sangat menakutkan bagiku ditambah dengan desas-desus tsunami yang tentunya menambah beban dihati. Pikirku, liburan ini sama saja dengan masuk ke hutan yang penuh dengan binatang buas.
Syukurlah, keesokan paginya, aku masih bernapas dan semua baik-baik saja.
Dua hari di Morowali, aku tidak melakukan banyak hal, selain berdiam diri di kos, tidur, bermain games ponsel, dan apapun yang dapat menghilangkan perasaan kesepian sembari menunggu kakak pulang.
Keadaan sedikit berubah setelah kedatangan Om Petrus dari kampung halamannya yang juga masih termasuk wilayah Sulteng, sekitar 4 jam perjalanan menuju Morowali. Sebelumnya ia sudah tinggal beberapa bulan di Morowali, hanya saja, ia kembali ke kampungnya ketika kakak cuti. Suasana lebih hidup ditambah ketika kakak sedang off.
Hari demi hari terlewati dengan perasaan sukacita. Seperti ketika menerima tawaran dari Yosia, teman satu kampung untuk mencari babi hutan (14/06/2017).
Dengan pasukan yang terdiri dari 4 orang, aku, kakak, om Petrus, dan Yosia sebagai navigator, kami menyusuri perkebunan warga yang belum di kelola. Tempat itu menyerupai lapangan terbuka hijau yang sangat luas dengan beberapa bagian ditumbuhi semak dan pohon yang menyerupai hutan.
Perjalanan semakin seru dengan berbagai rintangan yang cukup menghibur, kotoran sapi, hujan, dan lumpur serta berbagai rintangan lainnya tanpa terkecuali suara-suara aneh yang terdengar. Namun apalah daya, seekor babi hutan pun tidak kelihatan bahkan jejak kakinya pun tidak ada selain jejak sapi dan beberapa jejak yang dipercaya sebagai jejak babi hutan, itu pun sudah mulai transparan.
Sejak saat itu, kami memutuskan untuk tidak percaya lagi kepada navigator Yosia dan dia dengan sendirinya mengundurkan diri sebagai navigator. Untuk menebus rasa bersalah, ia pun mengajak kami kembali ke kosnya dan menyediakan kopi manis hitam. Wkwkwk...
Setiap malam, kami hanya bermain kartu remi bersama dengan beberapa teman lainnya. Sesekali mengunjugi pasar dan keliling di beberapa tempat di Morowali serta beberapa kegiatan lain yang menyimpan kenangan tersendiri.
Begitu banyak pelajaran yang aku dapatkan dalam perjalanan pertamaku ini. Setelah 25 hari di Morowali, tepatnya 22 Juni 2017, aku kembali ke kampung halamanku melalui rute yang sama ketika berangkat berangkat ke Morowali. Perjalanan pulang ini cukup singkat, hanya sekitar 7 jam kami sudah sampai di Masamba.
Thanks Jesus.
0 Response to "25 hari di Morowali, Sulawesi Tengah"
Post a Comment
Silahkan tinggalkan jejak!